Jembatan Tayan dan Kabupaten Sanggau yang Mempesona

Hari ini saya yang masih belum move on setelah melakukan Perjalanan Menuju PLBN Entikong dan melihat sendiri Bukti Kerja Nyata Menuju Indonesia Maju, akhirnya memutuskan menulis tentang Jembatan Tayan dan Kabupaten Sanggau yang Mempesona. Ya, dua hal tersebut meninggalkan jejak yang mendalam di hati dan dalam ingatan saya.

Siapa sih yang nggak exciting ketika melintasi daerah yang masih banyak hutannya dengan jarak antara satu rumah dengan rumah yang saling berjauhan, ternyata menemukan satu dua hal yang tampak megah, hasil kerja banyak pihak yang bahu membahu membangun negara ini agar tak kalah dengan negara lain, utamanya agar tak kalah dengan negara tetangga.

Mungkin karena pembangunan yang adil dan merata telah menjangkau wilayah Tayan yang dulunya masih hutan ini, maka sepanjang perjalanan saya dan teman-teman satu mobil melihat mobil berplat negara Malaysia berpapasan dengan mobil yang kami tumpangi. Ngomong-ngomong, mau tahu nggak sih kenapa saya sebut Jembatan Tayan dan Kabupaten Sanggau begitu mempesona? Lanjut baca aja deh ya untuk cari tahu.

Jembatan Tayan dan Kabupaten Sanggau yang Mempesona
Jembatan Tayan dan Kabupaten Sanggau yang Mempesona

Jembatan Tayan yang Megah

Melintasi jalan negara di wilayah Tayan hampir tanpa halangan. Perjalanan lancar jaya karena jalan telah beraspal mulus. Kami sempat berhenti di toko serba ada untuk meluruskan kaki dan beli satu dua camilan yang akan jadi teman perjalanan. Hanya sebentar kami beistirahat dan langsung melanjutkan perjalanan lagi, mengingat waktu kami berada di provinsi ini sangat sempit. Tujuan kami adalah Jembatan Tayan.

Pemandangan Sungai Kapuas dari Jembatan Tayan
Pemandangan Sungai Kapuas dari Jembatan Tayan

Jembatan Tayan berlokasi di Jalan Tayan, Sosok, Mak Kawing, Balai, Balai Belungai, Toba, Kabupaten Sanggau. Ada cukup banyak nama desa yang disebutkan karena memang panjang jembatan ini totalnya 1.440 meter, lebar 11 meter, dan tinggi dari permukaan Sungai Kapuas sekitar 13 meter. Jembatan yang telah diresmikan Presiden Jokowi pada 22 Maret 2016 ini menjadi penghubung jalan Trans Kalimantan, sehingga masyarakat dari Kalimantan Tengah sudah bisa mencapai Kalimantan Barat melalui jalan darat dengan jauh lebih cepat. Di masa lalu, masyarakat harus naik feri berukuran kecil dulu untuk menyeberang dari Desa Piasak menuju Tayan, otomatis waktu perjalanan jadi lebih lama dan butuh biaya bayar feri yang dioperasikan PT. ASDP tersebut.

Saya jadi teringat pada beberapa pidato Presiden Jokowi mengenai pentingnya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dalam salah satu pidatonya saat memberi sambutan pada Peresmian Bandara Rembela di Kabupaten Bener Meriah Aceh tanggal 2 Maret 2016, Presiden menyebutkan bahwa kekuatan yang menyatukan Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke adalah konektivitas antar wilayah di Indonesia, sehingga warga dari Rembele di Provinsi Aceh bisa langsung terbang ke Wamena di Provinsi Papua atau masyarakat dari Aceh bisa dengan mudah mencapai Raja Ampat.

Lalu di sidang tahunan bersama DPR dan DPD pada 16 Agustus 2017, Presiden Jokowi juga menyampaikan pidato kenegaraan yang isinya membahas mengenai pentingnya infrastruktur, mulai dari listrik, irigasi, pelabuhan, dan jalan. Agar pemerataan ekonomi terwujud ke seluruh lapisan masyarakat serta ke berbagai wilayah di Indoensia, maka diperlukan konektivitas antar wilayah sehingga mobilisasi orang dan barang dari daerah satu ke daerah lainnya bisa berjalan dengan lancar dengan biaya yang jauh lebih murah. Itulah sebabnya dibutuhkan pula kemantapan infrastruktur tadi, termasuk pembangunan jalan provinsi serta jalan kabupaten atau kota.

Kebayangkan sekarang tujuan Presiden Jokowi melakukan percepatan pembangunan di Indonesia? Jika dulu masyarakat di Desa Piasak mau berdagang ke Tayan atau kota Pontianak, pastilah waktu perjalanan yang harus mereka tempuh jadi lebih lama karena harus antri untuk naik dan turun kapal feri, belum lagi perjalanan mengarungi sungai yang pastinya tak sebentar. Biaya barang jualan pun jadi lebih mahal. Sekarang dengan adanya Jembatan Tayan, waktu tempuh jadi lebih cepat dan biaya transportasi jadi lebih hemat. Hal yang sama untuk mobilisasi barang dan manusia dari Kalteng ke Kalbar. Jika dulu ingin cepat ya naik pesawat saja dengan biaya yang jauh lebih mahal, belum lagi kapasitas bagasi juga terbatas untuk tiap penumpang. Pengiriman barang lewat udara juga sama mahalnya. Dengan adanya alternatif lain, yaitu melalui transportasi darat, biaya bisa dihemat, harga barang ketika dijual juga tak lagi perlu dipatok tinggi.

Saya Berfoto di Jembatan Tayan
Saya Berfoto di Jembatan Tayan

Kembali ke Jembatan Tayan, kali ini saya mengamati kontruksi bangunan jembatan dan melihat ada bagian tiang penyangga jembatan berada di satu pulau. Ternyata setelah saya mencari informasi lebih banyak, saya jadi tahu konstruksi jembatan dengan lebar 3 kendaraan bisa melintas ini membentang antara Kota Tayan menuju Pulau Tayan, kemudian dari Pulau Tayan mengarah ke Desa Piasak. Pembangunan yang telah berlangsung kurang lebih 900 hari ini akhirnya menghasilkan jembatan yang luar biasa indah, baik dilihat dari atas jembatan, maupun dari lokasi di sekitar bawah jembatan. Jika dilihat sekilas, desain Jembatan Tayan mirip sekali dengan jembatan terkenal yang ada di negara Australia, Sidney Harbour Bridge, namun dengan warna-warna dominan merah dan putih. Tiang-tiang lampu terpancang di sisi kiri dan kanan jembatan dan berbentuk lengkung-lengkung indah dan lampu jalannya jadi terlihat seperti mata kail. Pemandangan Sungai Kapuas di kiri kanan sungguh luar biasa, bahkan dalam cuaca mendung, seperti saat kami tiba di sana. Sayang sekali ya. Tapi saya yakin, ketika hari cerah, pastinya pemandangan dari atas jembatan ini akan jauh lebih luar biasa.

Kata salah seorang penjual yang sempat saya ajak ngobrol, dari jembatan ini kita bisa menikmati matahari terbit maupun matahari terbenam di hari yang sama, sambil menikmati makanan kecil khas daerah yang banyak dijual oleh penjual keliling. Ya, di jembatan ini, kita masih bisa menemukan penjual keliling yang naik sepeda motor atau sepeda, dan menjual kopi, minuman lainnya, juga berbagai penganan. Jika ingin makan besar, turun saja ke bawah jembatan, dan temukan cukup banyak warung makan yang berjajar di pinggir Sungai Kapuas. Sambil makan, minum kopi, atau sekadar nongkrong di salah satu warung tersebut, kita bisa menikmati pemandangan jembatan maupun misteriusnya aliran air di Sungai Kapuas.

Saya dan rombongan menyempatkan diri mengambil banyak foto di jembatan ini, untuk membekukan kenangan kalau kami pernah berada di tempat yang indah ini. Meski begitu, saya diam-diam tetap berdoa, semoga bisa kembali lagi ke sini. Jujur saya, masih belum puas menikmati pemandangan luar biasa dari atas jembatan. Itu makanya ketika turun bersama rombongan demi menikmati pemandangan dari bawah, saya tak fokus dan akhirnya terperosok lubang. Akibatnya, sepatu dan celana panjang bagian bawah yang saya kenakan penuh lumpur. Tapi bisa jadi “kejadian” yang satu ini juga emang sudah bawaan orok, saya tak bisa dekat-dekat dengan sungai, laut, atau danau. Bawaannya pasti ada kejadian yang mengharuskan saya bersentuhan langsung dengan air di sana… hahaha.

Nyuci Sepatu di Sungai Kapuas
Nyuci Sepatu di Sungai Kapuas. Foto & Meme; Kurniawati

Kabupaten Sanggau yang Mempesona

Perjalanan kemudian dilanjutkan kembali dengan tujuan Kabupaten Sanggau. Di sana nanti, rombongan tim Setkab, tim BNPP, dan para netizen akan beramah tamah dulu dengan para pejabat setempat di kantor Bupati Sanggau. Di pertengahan jalan, tepatnya di daerah Sosok, kami sempat mampir untuk makan siang dan menikmati hidangan khas Kalimantan secara prasmanan. Enak sih, saya makan ikan sungai yang gurih dan manis dagingnya, namun saya lupa tanya itu jenis ikannya. Perjalanan menuju Kabupaten Sanggau pun sama lancarnya seperti sebelumnya. Jalan beraspal mulus di hampir sepanjang jalan, hanya di beberapa titik masih terlihat ada perbaikan dan pengaspalan.

Jalan yang Mulus Menuju Indonesia Maju
Jalan yang Mulus Menuju Indonesia Maju

Saat tiba di Kantor Bupati Sanggau, saya dan rombongan yang terdiri dari Pak Said Muhidin, Kepala Bidang Pengelolaan Informasi, Ibu Mita Apriyanti, Kepala Bidang Pelayanan dan Diseminasi Informasi Asdep Humas dan Protokol, Mas Dhany Kurniawan Pamungkas, Kepala Subbidang Penghubung dan bertindak pula sebagai peliput (fotografer) serta koordinator administrasi anggaran, Mbak Kurniawati, Kepala Subbidang Data dan Informasi sekaligus bertindak sebagai peliput (reporter) dan koordinator Netizen, lalu ada tim BNPP, yang terdiri dari Pak Tarigan, Pak Dhika, dan Pak Teguh, dan tim netizen (Dewi Nuryanti, Terry, dan Choirul Huda), langsung bertemu dengan Humas Pemerintah Kabupaten Sanggau.

Kami berbincang mengenai pembangunan yang telah banyak dilakukan di kabupaten tersebut, juga mudahnya akses menuju ke Ibukota Provinsi, yaitu Pontianak. Dulu para pejabat kabupaten ini jika harus rapat di Jakarta, termasuk Pak Bupati, harus menempuh perjalanan darat dulu kurang lebih 7-8 jam dengan kondisi jalan yang membuat badan lelah luar biasa. Sekarang dengan akses jalan yang bagus, perjalanan jauh lebih mudah dan nyaman, meski tetap harus menginap sehari di Pontianak sebelum berangkat ke Jakarta jika tak ingin terlalu lelah.

Ramah Tamah dengan Humas Kabupaten Sanggau
Ramah Tamah dengan Humas Kabupaten Sanggau

Selesai beramah tamah, kami pergi minum kopi sejenak di Jalan Kartini. Persis di depan kedai kopi tersebut ada yang menarik perhatian saya dan teman-teman rombongan, yaitu Vihara Tri Dharma yang persis bersebelahan dengan Masjid Al-Ikhlas. Kedua bangunan ini menjadi salah satu ikon di Kabupaten Sanggau yang mengusung tentang toleransi beragama dan kerukunan hidup dalam keberagaman. Hati kecil saya seolah berdentam keras ketika melihat kedua bangunan yang berdiri berdampingan hampir tanpa jarak. Ketika negara tercinta ini digunjang dengan isu SARA dan intoleransi antar umat beragama, ternyata masih ada toleransi yang sejak dahulu hingga saat ini sama sekali tak pernah kisruh.

Kedai Kopi di Depan Masjid dan Vihara
Kedai Kopi di Depan Masjid dan Vihara yang Berdampingan

Menurut salah satu perwakilan humas Kabupaten Sanggau, Masjid Al Ikhlas tersebut dulunya adalah musala, yang kemudian dibangun menjadi masjid sekitar tahun 1980-an karena di wilayah tersebut belum ada masjid. Umat dari kedua tempat ibadah ini hidup rukun dan saling tolong menolong. Ketika di vihara ada kegiatan keagamaan, pengurus dan umat muslim dari Masjid Al Ikhlas dengan senang hati ikut membantu menjaga ketertiban, begitu pula sebaliknya. Lalu ketika acara Imlek atau Cap Go Meh di vihara berlangsung, kemudian tiba waktunya shalat di masjid, maka kegiatan dihentikan sejenak demi menghormati saudara-saudara muslim yang mau menunaikan ibadah shalat. Dua bangunan yang berdiri tegak di sisi Sungai Kapuas ini menjadi lambang meski berbeda (agama), tetaplah Indonesia satu.

Vihara dan Masjid Berdampingan di Kabupaten Sanggau
Vihara dan Masjid Berdampingan di Kabupaten Sanggau

Magrib datang. Kumandang adzan terdengar. Beberapa teman langsung melangkahkan kaki ke Masjid Al Ikhlas untuk menunaikan shalat magrib. Sisanya, menunggu di kedai. Setelah kami semua berkumpul kembali, kami pun melanjutkan perjalanan lagi. Ya, perjalanan kami belum usai. Setelah menyaksikan sendiri Jembatan Tayan dan Kabupaten Sanggau yang mempesona, kini tiba saatnya kami mempersiapkan diri untuk melihat lebih banyak lagi Pembangunan PLBN Entikong Tahap 2 yang akan Menjadi Wajah Baru Perbatasan Indonesia.

Sedang mengikuti pelatihan prakerja untuk meningkatkan skill

About the author

Hobi saya dalam hal kepenulisan menjadikan saya ingin selalu berkarya. Menciptakan ruang blog monicaanggen.com ini bukanlah sesuatu hal yang kebetulan gais. Sit, Enjoy, and Starting Read.. ^_^

Tinggalkan komentar