Sumber gambar : und.edu |
Karena banyaknya cerpen yang harus kubaca selama satu bulan belakangan ini, aku sempat kesulitan membagi waktu antara menulis, belajar, waktu membaca (yang ketambahan memiliki kewajiban membaca cerpen-cerpen yang masuk) serta waktu untuk bersenang-senang dan bersantai. (Eh waktu untuk rumah dan kerjaan lain tentu harus tetap ada juga ya, tapi kalau dirinci di sini, aku yakin, kalian pasti akan bosan membacanya)
Dari sekian banyak cerpen yang harus kubaca itu, aku harus benar-benar mengefektifkan waktuku agar semua kegiatan dapat sesuai dengan jadwal yang seharusnya. Karena itu, aku mulai cari cara paling baik untuk menyiasatinya.
Cara yang kutemukan adalah :
“Memanfaatkan
paragraf pertama di dalam sebuah cerita untuk memutuskan apakah aku akan meneruskan membaca cerita tersebut atau berhenti!”
Kenapa cara itu yang kugunakan?
Sebenarnya, cara yang satu ini sudah kuterapkan selama dua tahun terakhir.
Booming terbitnya ratusan judul buku dalam satu bulan membuat aku harus selektif memilih bacaan agar dompet tidak jebol. Ada banyak buku yang terbit dalam waktu yang bersamaan, dengan judul yang menarik, cover buku yang memukau dan blurp (sinopsis back cover) yang mengundang penasaran.
Alasan lainnya, aku pernah berkali-kali tertipu dengan blurp dan cover buku yang menarik, tapi ternyata buku yang berharga mahal itu hanya ‘mampu’ kubaca lima halaman pertamanya saja sebelum akhirnya buku tersebut terpaksa kuletakkan ditumpukan buku.
Oke, mungkin karena selera yang berbeda.
Bisa jadi, karena cerita di dalam buku itu ternyata sudah beberapa kali kubaca, meski dengan gaya bahasa yang berbeda, tapi ternyata isinya tetap sama.
Hal lain lagi yang membuat aku meletakkan buku itu dan berhenti membacanya adalah karena buku itu terlalu membosankan dan membuatku tertidur di lima halaman pertama.
Dan kalau ini terjadi berulangkali, sayang banget kan untuk uang yang sudah dikeluarkan, untuk waktu yang terbuang dan lain sebagainya.
Haish… aku terlalu berpanjang-panjang di bagian opening juga nih sepertinya.
Oke, langsung saja ya. Untuk mensiasati keadaan ini (agar dompet tidak jebol, terutama), aku memutuskan membeli buku kalau aku sudah membaca lima halaman pertama dari buku tersebut. Biasanya, di toko-toko buku, memang disediakan satu-dua buku yang sampulnya terbuka sebagai contoh. Tapi jika tidak ada contoh buku yang bisa dibaca, aku akan mencoba membaca referensi dari internet.
Nah cara ini pula yang aku terapkan untuk membaca cerpen-cerpen yang masuk ke emailku.
Tahapannya begini sih kurang lebih :
- Baca dua sampai tiga paragraf pertama untuk memutuskan apakah aku akan membaca cerpen ini sampai habis atau tidak.
- Jika aku memutuskan membacanya sampai habis, maka sambil membaca, aku akan mempelajari elemen-elemennya, seperti EYD (ini hal pertama yang kuperhatikan), alur cerita, ada tidaknya konflik, masuk akal tidaknya konflik, bagaimana dengan karakter, setting, dan yang terakhir ending. Nanti dari sini, aku akan mengkategorikan lagi masing-masing cerpen tersebut dalam folder-folder khusus seperti : cerpen yang kusuka, cerpennya biasa aja, cerpennya jelek (Nah kalau ini kayaknya lebih ke arah selera, ya :'( – susah wes kalau berhubungan dengan selera)
- Jika aku memutuskan berhenti membaca, maka berhentilah kegiatan membaca cerpen ini. Tidak ada kelanjutannya lagi.
Selama dua tahun ini, aku juga mempelajari proses terbitnya sebuah naskah. Bagaimana pun, sebagai seorang penulis pemula, ada banyak hal yang harus terus dipelajari, kan? Seperti kata seorang penulis senior, melalui kultwit-nya beberapa waktu lalu, seorang penulis itu, selain menulis, juga tetap harus belajar banyak hal, terutama tentang teknik dan tentang dunia kepenulisan. Aku setuju dengan hal ini.
Karena tanpa ada kemauan untuk belajar maka kita akan terlihat seperti si buta yang berlari di tengah jalan tol. Sia-sia dan mati konyol-lah hasilnya 🙂
Ternyata, di penerbitan pun, banyak editor yang menerapkan hal yang sama. Dengan banyaknya naskah yang masuk, tidak mungkin mereka bisa membaca semua naskah itu dalam waktu singkat. Pastinya, mereka akan membaca sinopsis terlebih dahulu. Kalau sinopsis memikat, mereka akan mulai membaca 5-10 hal pertama. Lalu mereka secara random melihat bagian tengah cerita. Bagian terakhir, mereka akan melihat 1-2 bab ending.
Kalau setelah proses ini mereka tertarik, barulah mereka membaca keseluruhan naskahnya untuk nanti memutuskan apakah naskah ini akan diterbitkan atau tidak. Kira-kira begini nih informasi yang kudapatkan ketika mengikuti beberapa seminar kepenulisan offline dari penerbit atau komunitas penulis.
Karena itu, mari benahi paragrap pembuka naskah kita. Karena ini adalah salah satu penentu nasib naskah yang kita kirimkan.
Sisanya, hanya Tuhan yang tahu takdir naskah ini selanjutnya.