Pentingnya Aktivitas Fisik Dalam Proses Berpikir Kreatif

Pentingnya Aktivitas Fisik Dalam Proses Berpikir Kreatif – Tahukah kamu bahwa orang-orang kreatif memiliki kebiasaan dalam kehidupan mereka? Dari kebiasaan itu, mereka mampu menemukan ide-ide luar biasa. Kebiasaan yang mereka lakukan malah mendorong mereka menjadi lebih mudah berpikir serta menciptakan karya-karya yang akhirnya diakui dunia.

“Kreativitas adalah kebiasaan. Dan kreativitas yang terbaik adalah hasil dari kebiasaan kerja yang baik.”
– Twyla Tharp –

Pentingnya Aktivitas Fisik Dalam Proses Berpikir Kreatif

Komposer Erik Satie memiliki kebiasaan berjalan sekitar 10 kilometer dari Arcueil ke Paris setiap pagi. Hal ini dilakukannya demi mendapatkan berbagai ide brilian untuk menggubah lagu atau musik yang merupakan bidangnya.

Sementara itu, Saul Bellow—penulis Amerika yang pernah mendapat Hadiah Nobel Sastra pada 1976—memiliki kebiasaan bersepeda setiap hari, terutama saat ia sedang dalam proses menulis karya-karyanya.

Hampir sama dengan dua tokoh yang sudah disebutkan tadi, Haruki Murakami juga memiliki kebiasaan yang selalu dilakukannya secara rutin.

Kepada Paris Review, Haruki Murakami pernah mengatakan bahwa ia selalu bangun pukul empat pagi, lalu ia akan langsung menulis selama lima sampai enam jam. Di sore hari, ia akan lari (jogging) sejauh 10 kilometer atau berenang sejauh 150 kilometer. Kadang-kadang, ia melakukan dua kegiatan itu sekaligus. Setelahnya, ia membaca buku sambil mendengarkan musik.

Penulis bestseller Jepang, Haruki Murakami, berhasil menciptakan banyak buku yang terkenal di seluruh dunia. Aktivitas fisik yang secara rutin dilakukannya membuat laki-laki kelahiran 12 Januari 1949 ini tetap bugar hingga saat ini. Karya-karya terkenalnya berjudul A Wild Sheep Chase (1982), Norwegian Wood (1987), The Wind-Up Bird Chronicle (1994-1995), Kafka on the Shore (2002), dan IQ84 (2009-2010)

Murakami, Erik Satie, dan Saul Bellow, beranggapan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, memberi kesempatan pada pikiran untuk mengembara, serta mampu memperbaiki suasana hati, sehingga mereka bisa berkarya lebih baik.

Sumber Ide Bukan Dari Barang Elektronik 

“Pengoperasian komputer itu mudah. Kami di Google sengaja membuat perangkat yang bisa digunakan tanpa harus berpikir. Kelak ketika mereka dewasa, anak-anak tetap bisa mempelajarinya dengan mudah.”
– Alan Eagle –

Waldorf School of Peninsula yang terletak di kawasan Silicon Valley, sebuah daerah tempat berbagai perusahaan teknologi dunia berada, memiliki konsep sekolah yang berbeda dengan kebanyakan sekolah di dunia.

Di sekolah ini, anak-anak dijauhkan dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan komputer dan perangkat elektronika lainnya, seperti laptop, iPad, tablet, dan lain sebagainya.

Mereka malah lebih banyak beraktivitas fisik dengan mengikuti berbagai kegiatan olah raga serta melatih kreativitas dan keterampilan tangan dengan membuat berbagai prakarya. Mereka juga diajak berpikir kreatif dengan cara berinteraksi dengan alam dan menjalin hubungan antar manusia.

Guru-guru di sekolah ini malah beranggapan bahwa peralatan elektronik seperti komputer malah menghambat perkembangan otak anak-anak untuk berpikir kreatif, menghambat kemampuan gerak dan keterampilan bagian-bagian tubuh, dan menjadi kurang bisa berinovasi.

Awalnya, kebijaksaan sekolah yang berpenampilan beda ini—sekolah ini masih menggunakan papan tulis dengan kapur berwarna-warni, serta membiarkan anak-anak bermain pasir—banyak ditentang oleh masyarakat modern Amerika Serikat.

Namun pada perkembangannya, para petinggi Apple, Yahoo, Hewlett Packard, Google, dan eBay, malah mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah ini. Sekolah yang sama sekali tak memiliki komputer dan tidak memiliki kurikulum Informasi Teknologi.

Association of Waldorf School di Amerika Utara pernah melakukan penelitian untuk membuktikan efektivitas pendidikan di sekolah tanpa komputer ini. Hasilnya adalah hampir 94% lulusan SMA Waldorf (1994-2004) berhasil melanjutkan pendidikan ke berbagai kampus bergengsi seperti Vassar, Oberlin, dan Berkeley.

Bayangkan saja, saat kamu dan juga aku, sibuk mengikuti perkembangan teknologi yang diluncurkan perusahaan-perusahaan raksasa teknologi dunia, para pemilik dan petinggi perusahaan itu malah mengajarkan kepada anak-anak mereka agar tidak menggunakan hasil industri yang mereka ciptakan.

Untuk menjadi kreatif tidak diperlukan teknologi tinggi. Kreativitas itu muncul dari kebiasaan kita berinteraksi dengan banyak hal, memiliki keterampilan dalam segala bidang, dan dengan menggunakan tangan, kaki, tubuh, serta pikiran yang kita miliki. Logikanya, kalau kita terbiasa berpikir kreatif maka secanggih apa pun teknologi pasti bisa kita kuasai dengan mudah.

Bagaimana dengan kamu?
Aktivitas fisik apa yang secara rutin kamu lakukan untuk membantumu berpikir kreatif?

Sedang mengikuti pelatihan prakerja untuk meningkatkan skill

About the author

Hobi saya dalam hal kepenulisan menjadikan saya ingin selalu berkarya. Menciptakan ruang blog monicaanggen.com ini bukanlah sesuatu hal yang kebetulan gais. Sit, Enjoy, and Starting Read.. ^_^

10 pemikiran pada “Pentingnya Aktivitas Fisik Dalam Proses Berpikir Kreatif”

  1. Kata orang, learning by doing. Ya kan mba. Kalo saya pribadi, aktivitas fisik biar kreatif adalah ngoprek dapur, nyobain menu-menu masakan baru. Hahahaha. Khas ibu-ibu rumah tangga banget. Eh, ngetik update-an blog itu aktivitas fisik juga bukan sih mba? Olah raga jari tepatnya. Hahaha.

    Balas
  2. Nah ini nih, lucunya saya kalo dapat ide kreatif kenapa lokasinya selalu di toilet yaa mba? Dari jaman jadi copywriter di ahensi iklan, kalo brainstorming pas banget dpt idenya pas lagi nongki cantik di toilet hahaha. Duh pengen ngakak sendiri jadinya. Plus brainstorming cari ide kreatif itu lbh enak sambil duduk manis di outdoor biar fresh bin tokcer idenya.

    Balas
  3. Kalau aku biasanya yoga
    Setelah yoga itu pikiran terasa tenang dan damai. Ide2 langsung bermunculan deh karena kitanya tenang
    Semoga kita semua tumbuh jadi pribadi yang kreatif ya

    Balas
  4. Makasih remindernya. Memang kudu seimbangin aktivitas fisik dengan aktivitas di depan laptop ya. Kalau jenuh, jalan kaki dulu.

    Balas
  5. Kegiatan fisik yang paling bisa aku lakukan paling jalan pagi ke gang. Ada apa di gang? Ada Mang sayur yang nggelar dagangan. Bisa ngobrol ama tetangga gitu. Atau ke kampus naik angkot, jalan dulu nyebrang, mengamati lingkungan. Duduk terus depan laptop memang bikin linu-linu. Baru-baru ini mulai nyoba yoga. Yang ringan aja dulu…

    Balas
  6. Aktifitas fisik saya sehari hari adalah berjalan ke stasiun kereta, yoga pagi, dan setiap bulan traveling dengan suami, untuk melepaskan penat dan menambah wawasan.

    Balas
  7. Saya paling suka jalan-jalan pagi. Sayangnya hanya bisa saya lakukan hari minggu. Hari lain super duper sibuk. Jadi full time mom kadang membuat saya merasa waktu 24 jam itu kurang.

    Balas
  8. wuih jalan kaki 10 km setiap pagi, wah ini keren banget.

    Kalau saya, aktivitas fisiknya paling kalau sabtu atau minggu ngajak anak-anak ke sawah. Melatih mereka bekerja di sawah.

    Ternyata memang ada hubungannya ya aktivitas fisik dengan proses berpikir kreatif ini

    Balas
  9. Kalau ingat bahwa anak-anak petinggi pengusaha gawai, rasanya saya ingin menuliskan serapah. Tentu saja tidak akan saya lakukan, bahkan spontan pun tidak.
    Ini pilihan.
    Sekolah dengan minim gawai seperti itu, memang bagus. Anak akan memakai gawai di saat ia butuh.

    Aktivitas fisik saya agar konsentrasi tetap baik adalah berkebun. Asal jangan kebablasan mencangkul dan semacamnya, saja. Kalau kebablasan gini, jadi kontraproduktif.
    Salah satu risiko hobi. Hehehehe

    Balas
  10. Jika saya mendapatkan ide yang kreatif dan inovatif saat melakukan aktivitas fisik seperti olahraga dan lain-lain agar otak tidak selalu mudah ngantuk dan cepat lapar. Kdang juga kalo lapar kita tidak konsen namun kadang juga setelah kenyang juga tidak konses dan tidak dapat berpikir lebih kreatif 🙁

    Balas

Tinggalkan komentar