Thank You For Loving Me So Deep

Home » Lifestyle » Thank You For Loving Me So Deep
Starbuck Bintaro
Kamu senang membiarkan aku sibuk sendiri,
tapi di saat yang sama kita suka saling curi foto
Thank you for everything, Punto Wicaksono
Untuk segalanya
Untuk tetap membiarkan kenangan itu tetap ada
Untuk memelukku dengan erat ketika kita mengulang kembali semua cerita tentang dia
Untuk ikut menangis bersamaku ketika teringat padanya
Untuk mengenang cinta yang dibawanya mati
Dan…
Untuk cinta saat ini yang terus kau semai dalam hatiku.
Untuk cinta luar biasa yang kita miliki saat ini.

Cinta yang kuinginkan terus ada sampai kapan pun

Karena aku tidak pernah bisa membayangkan hidup di dunia tanpamu di sisiku
***
Aku tahu, mungkin aku begitu bodoh hingga terus tinggal dalam kenangan masa lalu yang jelas-jelas tidak akan pernah terulang kembali. Aku tahu kalau mungkin saja aku menyakitimu karena selama bertahun-tahun sejak bertemu dan kemudian hidup bersamamu, aku masih saja menyimpan kenangan demi kenangan masa lalu rapat-rapat dalam hatiku. Aku tahu betapa aku keterlaluan selama ini karena tidak berusaha mengetahui isi hatimu. Aku sibuk dengan diriku sendiri. Aku merawat setiap kenangan masa laluku dan tidak sedikit pun berniat melepaskannya. Aku menangis atau menertawakan kenangan indah bersama orang lain di depanmu dengan santainya. Bahkan aku menuliskan kenangan itu menjadi buku agar setiap waktu aku bisa membaca dan membacanya kembali. Aku menuliskannya karena aku tidak rela dengan berjalannya waktu kenangan itu hilang satu demi satu.
Kamu dengan senang hati merapikan meja kerjaku yang berulangkali berantakan
Katamu, biar aku bisa bekerja dengan nyaman
Aku tahu, aku benar-benar keterlaluan sama kamu. Selama aku berusaha hidup dalam kenanganku, aku akan terus membandingkanmu dengannya. Aku terus berusaha mengais-ngais serpihan ingatan dan mencarinya di dalam dirimu. Ketika tak menemukannya, aku kecewa. Aku menangis. Aku marah padamu. Kamu bagaikan tembok ratapan yang terus kuhantui dengan hatiku yang hancur lebur. Tapi kamu bergeming. Kamu benar-benar seperti tembok yang tak tergoyahkan. Kamu tetap bersamaku. Kamu tetap berdiri di sampingku. Kamu tetap menggandeng tanganku. Kamu selalu saja ada untukku dalam kondisiku yang paling baik dan dalam kondisi terburukku. Kamu juga menyediakan bahumu ketika aku menangisinya. Kamu tahu hatiku penuh noda. Kamu tahu di dalam hatiku ada orang lain yang tak pernah ingin aku hapus. Dan kamu membiarkannya.
Aku pernah menyangka, kamu tidak benar-benar menyayangiku sampai membiarkanku masih menyimpan cinta laki-laki lain. Aku pernah menyangka, kamu tidak sungguh-sungguh mencintaiku hingga membiarkanku menikmati cinta dari laki-laki lain, cinta yang sebenarnya telah dibawa mati pemiliknya. Cinta yang terus kubiarkan tumbuh subur di dalam hatiku dan terus mengisi kepalaku. Hidupku bagai berhenti di usia 20 tahun, saat dia meninggalkanku dan tidak pernah bangun lagi.
Beberapa bulan terakhir ini aku mulai sadar. Kalau aku terus hidup dalam kenangan yang tak pernah kembali, aku tidak akan pernah bisa benar-benar bahagia bersamamu. Histeria yang menghantuiku bisa setiap saat menghancurkan aku sekaligus kamu. Kita tidak akan bisa hidup seperti ini terus. Aku juga mulai ketakutan. Aku takut suatu hari nanti pertahananmu akan runtuh dan kamu tidak akan lagi sanggup bertahan di sisiku. Aku ingin mengubahnya. Perlahan aku sadar, aku tidak akan pernah bisa meminta pada Tuhan untuk menghidupkan orang mati, ‘kan? Kalau ini sampai terjadi, pasti akan sangat mengerikan jadinya. Itu sebabnya, aku berusaha melupakannya. Aku berusaha mengubur semua kenangan itu dalam-dalam. Aku mulai belajar mencintaimu. Perlahan-lahan. Diam-diam. Dan semakin hari aku semakin tahu kalau aku juga semakin ketakutan. Takut kamu tak bisa merasakan cinta yang perlahan mulai tumbuh dalam hatiku… untuk kamu. Tuhan, aku tahu ini akan sangat menyakiti hatimu kalau kamu tahu betapa aku berusaha keras untuk mencintaimu lebih dari aku mencintai masa laluku.
Sebulan terakhir ini, aku hampir lupa. Ingatan itu perlahan buram dan tak lagi mengganggu. Ingatan itu seakan terkubur perlahan. Hanya muncul sesekali ketika ada pembacaku yang bertanya tentang buku itu. Buku yang mengisahkan kisahku. Kisahnya. Tanpa sedikitpun ada kisahmu. Kisah yang berusaha sekuat tenaga kusingkirkan sejauh mungkin dan tidak ingin lagi kusentuh.
Aku kira, aku sudah berhasil
Aku kira, aku tidak akan menangisinya lagi begitu aku teringat padanya
Aku kira, masa lalu itu tidak lagi menjadi hantu yang meremukkan perasaanku
Malam ini, aku menangisinya lagi ketika kamu menyebut namanya. Aku suka merasa aneh kenapa kamu seakan mengenalnya begitu dalam, sama seperti aku. Dan kamu dengan santainya mengatakan, “Dia memang benar-benar menepati janjinya untuk mencintaimu sampai mati. Apalagi yang membuatmu sakit hati?”
Aku tertegun. Kata-katamu selanjutnya malah membuat airmataku tak mau berhenti mengalir.
Tidak. Aku tidak lagi menangisinya. Aku menangisimu. Aku menangis hatimu. Aku menangis betapa bodohnya aku kalau sampai menyia-nyiakanmu. Aku menangisi cintamu yang sedemikian dalam hingga mau menikmati luka bersamaku. Aku menangisi masa lalu dan masa kini yang terus campur aduk dan membuat kita bergumul di dalamnya bagai lingkaran setan.
“Apa kamu tidak sakit hati karena aku masih suka nangis gara-gara teringat dia?”
“Tidak!” sahutmu. “Untuk apa aku cemburu pada orang mati. Aku tahu dia mencintaimu dengan begitu luar biasa. Aku tahu di dalam hatimu masih tersimpan ribuan kenangan tentangnya. Kamu tak harus mengakuinya padaku. Andai kamu mengaku pun, aku tetap tidak bisa cemburu. Aku hanya tahu kronologis kisahmu dengannya. Aku tidak bisa merasakan ikatan yang terjadi antara kalian
“Tapi, nyatanya bertahun-tahun kamu hidup dengan aku yang begini. Apa itu tidak menyakitimu?” tanyaku lagi.
“Sama sekali tidak. Karena aku punya ribuan kenangan indah bersamamu yang tersimpan dalam hatiku. Dan masih akan terus menciptakan lebih banyak kenangan lagi bersamamu. Jadi buat apa aku sakit hati? Buat apa aku cemburu? Aku jauh lebih beruntung karena masih bisa menjalani hidup ini bersamamu. Itu sebabnya, jangan pernah berpikir untuk menyingkirkanku, Cha. Sekuat apa pun kamu berusaha menyingkirkanku, aku akan tetap ada di sisimu. Aku akan terus bersamamu. Sampai salah satu dari kita memang harus meninggalkan dunia ini.”
“Jadi, apa dengan kata lain aku harus melupakannya?” tanyaku lagi.
“Tidak perlu dipaksakan lupa. Hatimu masih penuh noda. Kalau kamu lupa, aku yang akan mengingatkannya. Di hari-hari selanjutnya. Di bulan-bulan yang akan datang, atau di tahun-tahun yang masih akan kita lalui, aku akan terus mengingatkanmu padanya. Aku akan terus melakukannya sambil mencabut noda-noda itu satu per satu. Dan kelak, kamu tidak akan merasa sakit lagi saat mengingatnya. Jadi, jangan lepaskan genggaman tanganmu dari tanganku. Mari kita lalui semuanya bersama.”
Foto anniversary 10 September 2014
dan saat Audi liburan ke Jakarta Mei 2015
Aku bersyukur memilikimu.
Aku bersyukur ada kamu di sisiku.
Terima kasih karena terus menemaniku dan menjagaku.
Terima kasih karena tidak melepaskan genggaman tanganku.
Terima kasih karena mau melewati bara kenangan ini bersamaku
Terima kasih.
Kalau sudah begini, bagaimana mungkin aku akan melepaskanmu?
Membayangkan tidak ada kamu di dekatku saja aku tidak bisa
Jakarta, 24 September 2015
Sedang mengikuti pelatihan prakerja untuk meningkatkan skill

About the author

Hobi saya dalam hal kepenulisan menjadikan saya ingin selalu berkarya. Menciptakan ruang blog monicaanggen.com ini bukanlah sesuatu hal yang kebetulan gais. Sit, Enjoy, and Starting Read.. ^_^

2 pemikiran pada “Thank You For Loving Me So Deep”

Tinggalkan komentar