Penalaran Deduktif dalam Proses Berpikir Kritis

Home » Tips Menulis » Penalaran Deduktif dalam Proses Berpikir Kritis

Pernah mendengar tentang penalaran deduktif? Untuk kamu penggemar kisah Sherlock Holmes pasti familiar dengan penalaran deduktif ini. Nah, apa itu penalaran deduktif? Apa hubungan penalaran deduktif dalam proses berpikir kritis? Baca yuk ulasan lengkapnya di artikel ini.

Penalaran Deduktif dan Berpikir Kritis dalam Kehidupan

Hari ini, saya kembali teringat dengan dua bab yang pernah saya tulis dalam buku saya berjudul 99 Cara Berpikir Ala Sherlock Holmes. Gara-garanya, saya melihat ada banyak orang yang mencoba mengkritisi berbagai permasalahan yang terjadi di sekelilingnya. Namun, proses berpikir yang digunakan lebih acak dan tak fokus pada masalah. Ya, ingin mengkritisi suatu masalah, tapi akibat cara berpikir yang acak, masalah yang tadinya kecil jadi melebar ke mana-mana.

Contoh yang pernah saya lihat sendiri. Ada tetangga yang marah-marah karena tetangga lain memarkir mobil sembarangan. Lalu, tetangga yang marah mencoba mengkritisi masalah parkir sembarangan. Tetapi yang terjadi malah bawa-bawa masalah jemuran, cabang pohon yang daunnya gugur ke jalan, sampai masalah pertengkaran anak-anak mereka.

Oke, sebelum pembahasan saya jadi melebar ke mana-mana juga, mari kita back to topic ya. Apa itu penalaran deduktif? Bagaimana sih hubungan penalaran deduktif dalam proses berpikir kritis?

Apa Itu Penalaran Deduktif?

Penalaran deduktif adalah menarik kesimpulan khusus dari premis umum. Kalau premis umum sudah benar, maka kesimpulan yang ditarik pasti benar. Contoh, semua manusia memiliki hati nurani. Tiara termasuk manusia. Jadi kesimpulannya, Tiara memiliki hati nurani.

Cara berpikir deduktif lebih mudah diterapkan kalau kita sering melakukan pengamatan, baik itu orang, berbagai kejadian, benda-benda, dan hal apa pun yang terjadi di sekitar kita. Semakin sering kita melakukan pengamatan, pola pikir akan terbentuk dengan sendirinya dalam pikiran kita.

Hal paling sering terjadi ketika kita sering mengamati seorang teman, misalnya. Selama ini teman kita ini adalah orang yang baik, rajin, dan selalu berkata benar. Ketika suatu hari ia berbicara bohong, maka kita bisa langsung tahu kalau ia sedang berbohong.

Siapa yang Mengembangkan dan Menemukan Penalaran Deduktif?

Penalaran deduktif ini sudah ada sejak dahulu kala. Tepatnya, pada periode klasik sekitar 600-300SM. Sudah banyak filsuf Yunani, seperti Pythagoras, Thales, maupun Aristoteles, yang mengembangkan penalaran secara deduktif.

Aristoteles pernah bercerita tentang Thales yang mendeduksi bahwa tahun berikutnya mereka akan panen zaitun besar-besaran. Itu sebabnya, mereka yang percaya langsung membeli alat penggiling zaitun. Siapa sangka, pemikiran Thales terbukti. Semua yang memiliki alat penggiling zaitun meraup keuntungan yang sangat besar.

penalaran deduktif melatih cara berpikir

 

Tahapan dalam Penalaran Deduktif

Ada beberapa tahapan dalam penalaran deduktif sehingga bisa memiliki pola pikir kritis, yaitu:

Mengamati

Kamu harus paham kalau mengamati berbeda dengan melihat. Mengamati berarti melihat secara lebih spesifik.

Menganalisis

Menganalisis bisa diartikan memecah masalah yang sedang dihadapi dalam beberapa bagian, lalu setiap bagian diteliti lebih lanjut.

Melakukan observasi

Setelah melakukan analisis, maka akan kita akan mengetahui bagian mana yang harus diobservasi secara lebih mendetail. Hasil observasi akan membawa kita pada tahap eksplorasi. Lalu, kita pun mampu menentukan kesimpulan atas masalah yang kita hadapi.

Imajinasi

Pada tahap imajinasi, kita bisa mengimajinasikan berbagai kemungkinan yang memperkuat hasil observasi. Mengimajinasikan masalah merupakan salah satu cara untuk ‘mengulang ingatan’ berkaitan dengan masalah yang kita hadapi, dan menemukan hal-hal yang sebelumnya tidak terpikirkan.

membangun kebiasaan mengamati dan analisis

Cara Memiliki dan Mengembangkan Pola Pikir Deduktif

Untuk bisa memiliki pola pikir deduktif sehingga proses berpikir kita menjadi lebih kritis, kita perlu melakukan latihan yang rutin dan konsisten. Seiring latihan yang rutin kita lakukan, kita harus terus menggali pengetahuan baru sebanyak mungkin, mengembangkan wawasan, memperluas cara pandang, termasuk memperluas jaringan sosial dan pergaulan dengan orang lain.

Logikanya begini, ketika melihat tangan seseorang, kita langsung tahu profesi orang itu. Tangan kuli pasti lebih kasar dari tangan seorang arsitek. Raut wajah orang yang berbohong akan terlihat berbeda dengan raut wajah yang bersahabat dan tulus. Kita juga bisa mengetahui sifat seseorang dari caranya berbicara.

Untuk memperluas wawasan, cara pandang, serta meningkatkan pengetahuan, kita harus banyak membaca, memanfaatkan internet semaksimal mungkin untuk memuaskan rasa ingin tahu kita akan pengetahuan baru, dan berinteraksi dengan sebanyak mungkin orang dari berbagai lapisan dan golongan.

Contoh Latihan Penalaran Deduktif

Contoh latihan yang bisa kamu lakukan, misalnya: kamu ingin menjadi seorang editor. Kamu lalu melamar posisi itu di sebuah kantor penerbitan. Sayangnya dari hasil tes, kamu tidak diterima. Kamu jadi bertanya-tanya, apa penyebab sampai kamu tidak diterima menjadi editor?

Lalu kamu mulai menerapkan cara berpikir secara deduktif untuk memecahkan masalah ini. Kamu membuat daftar pertanyaan, lalu kamu menjawab setiap pertanyaan yang ada di daftar tersebut. Kamu melakukan proses analisis, proses eliminasi, menerapkan tahapan dalam metode ilmiah, dan akhirnya menarik kesimpulan.

Ternyata hasil kesimpulanmu itu menunjukkan penyebab kamu tidak diterima menjadi editor, misalnya:

  • Kamu tidak menguasai fitur track change, padahal ini fitur wajib untuk para editor.
  • Kamu tidak menguasai EYD dengan baik.
  • Kamu tidak menguasai teknik menulis.

Nah, kamu sudah tahu apa itu penalaran deduktif. Kalau ingin tahu lebih banyak lagi mengenai penalaran deduktif, kamu bisa membaca buku saya yang berjudul 99 Cara Berpikir ala Sherlock Holmes.

Sedang mengikuti pelatihan prakerja untuk meningkatkan skill

About the author

Hobi saya dalam hal kepenulisan menjadikan saya ingin selalu berkarya. Menciptakan ruang blog monicaanggen.com ini bukanlah sesuatu hal yang kebetulan gais. Sit, Enjoy, and Starting Read.. ^_^

16 pemikiran pada “Penalaran Deduktif dalam Proses Berpikir Kritis”

  1. Intinya, penalaran deduktif ini harus terus diasah ya, Mbak. Sehingga akhirnya kita berpikiran kritis. Juga fokus. Jadi bisa memecahkan satu masalah dengan pasti tanpa melenceng. Misalnya awalnya masalah tetangga yang parkir mobilnya depan rumah kita, kok malah bahas masalah lain dengan tetangga. Akhirnya masalah parkir mobil tidak selesai, malah merembet ke masalah lain.

    Balas
  2. ilmu baru nih, saya baru tau tentang penalaran deduktif ini. Dengan penalaran deduktif ini membuat kita berpikir lebih luas lagi ya

    Balas
  3. Sering sekali saya nonton film detektif dengan menerapkan penalaran deduktif semacam ini. Logikanya saja kadang ‘clue-clue’ itu hadir di hidup kita akan tetapi kita abai. Bener banget harus banyak latihan kayaknya. Menarik banget!

    Balas
  4. Bikin penasaran nih mbak Monica, hehe. Jadi kalau mau beli bukunya di Mana mbak? Ada di toko buku atau harus online? Sepertinya akan lebih paham Setelah baca bukunya.

    Balas
  5. Bener banget mbak. Logikanya begini ya mbak dalam menghadapi sebuah permasalahan kita harus melihat dari berbagai sudut pandang, jangan asal hantam kromo aja dan memutuskan sesuatu yang tidak pas. Berarti wawasan luas, pergaulan yang luas serta pengetahuan yang luas sangat dibutuhkan untuk mengambil sebuah kesimpulan yang tepat. Begitukah mbak Monica? Saya pun lagi belajar menjadi orang yang bijak saat berpendapat jangan sampai menyakiti perasaan orang lain atau bahkan menyimpulkan sesuatu yang kurang pas. TFS mbak…

    Balas
  6. Wah, buku wajib punya nih.
    Biar terbiasa berpikir deduktif, dan alur menulis pun jadi lebih variatif.

    *BrbKeGramediaDulu ^^

    Balas
  7. Jadi untuk bisa berpikir deduktif itu harus punya analisis yang bagus ya mbak

    By the way, harga bukunya berapa?

    Balas
  8. Jadi inget pelajaran bahasa Indonesia dulu, Mbak.. Baru sadar juga kalau pembelajaran scientific dengan langkah-langkah 5M seperti yang diharapkan dalam kurikulum 13 itu juga gak jauh beda dengan penalaran deduktif. Makasih, Mbak udah berbagi..

    Balas
  9. Kalau semua orang memiliki penalaran deduktif yang tepat dan baik, pasti akan jarang yang buka status gak jelas dan berikan komentar nyinyir di Medsos nih Mba Monica..
    Artikelnya menarik, saya sampai baca 2 kali, biar bisa meningkatkan kualitas penalaran deduktif saya 🙂

    Balas
  10. Astagaaa yang pertama nggak fokus itu aku banget di awal2 ngerjain skripsi hahahhaha kukira itu menyenangkan tp malah kurang baiiik. Ini berguna bgt buat nulis sama pas lg diskusi sih ya mba monn, biar ngga melebar kemana2

    Balas
  11. Ternyata penalaran deduktif ini sangat berguna banget aplagi dalam hal untuk melihat lawan bicara.. saya suka sih bagian yang observasi untuk meliaht suatu masalah dan memecahkan masalah

    Balas
  12. Berarti penalaran deduktif ini penting banget ya Mbak dalam berpikir kritis. Dan ternyata ada kaitannya pula dengan logika matematika.

    Saya jadi tertarik memahami penalaran tsb lebih jauh setelah membaca artikel Mbak ini. Btw bukunya Mbak itu bisa ditemukan di mana ya? Jadi penasaran dengan bukunya Mbak Monic, pengen cari ahh 😄

    Balas
  13. Mbak Mon, ku pikir aku bakalan baca materi Julian, tapi ternyata bahasanya ringan dan mudah dipahami. Noted nih, Segera diaplikasikan di kehidupan nyata biar punya pikiran kritis dan nggak mudah melebar kemana kana saat bertemu dengan masalah.

    Balas
  14. Entah apa yang sudah aku lakukan ini termasuk penerapan penalaran deduktif atau nggak… hampir setiap postingan artikel blog yang aku tulis, semakin kesini aku merasa makin menggunakan penalaran deduktif dengan lebih baik. Semoga aku bisa semakin segera lebih baik lagi dalam menulis artikel. Aamiin.

    Balas
  15. Penjabaran yang sangat lengkap dan jelas mengenai penalaran deduktif. Membaca ini kita jadi tahu bahwa untuk memecahkan suatu masalah maka kita harus fokus, bila tidak maka bukannya memecahkan masalah, yang ada malah masalah jadi melebar kemana-mana.

    Balas

Tinggalkan komentar